Senin, 12 September 2011

Tugas Akhir


A.    Judul Penelitian
Pengaruh Komposisi Papan Partikel Serat Nanas terhadap Koefisien Penyerapan Bunyi.

B.     Bidang Kajian
Fisika Material
C.    Latar belakang
Kebisingan adalah suatu masalah besar yang tengah dihadapi oleh masyarakat Indonesia pada saat sekarang ini, terutama yang tinggal di daerah perkotaan yang sangat ramai oleh berbagai macam aktivitas masyarakat. Hal ini juga disebabkan dengan meningkatnya jumlah volume kendaraan bermotor yang menghasilkan berbagai polusi salah satunya adalah kebisingan, Suara keras yang dihasilkan oleh kendaraan dapat mengganggu konsentrasi dan juga merusak kesehatan manusia. Selain itu,  perkembangan industri dan banyaknya pabrik yang didirikan di daerah pemuliman penduduk, secara langsung atau tidak langsung akan berpengaruh terhadap lingkungan karena penggunaan mesin-mesin berat dan hasil industri akan menimbulkan kebisingan. Apabila pengaruh ini tidak ditangani dengan baik, maka akan menimbulkan dampak buruk terhadap lingkungan, manusia dan hewan. Menurut penelitian Mastria Suandika (2009), orang yang hidup dalam kebisingan lalu lintas cenderung memiliki tekanan darah tinggi dibandingkan dengan orang yang hidup di tempat yang tenang. Selain itu, kebisingan juga berpengaruh terhadap keseimbangan dan pendengaran dimana kebisingan dapat menyebabkan kerusakan pada koklea di telinga.
Menteri Negara Lingkungan Hidup dalam sebuah kepuusannya (No. Kep 48/MENLH/11/1996 ; tentang baku tingkat kebisingan) mengistilahkan     “Kebisingan adalah bunyi yag tidak diinginkan dari  usaha/kegiatan manusia dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan “. Tingkat kebisingan dari beberapa sumber dapat dilihat
Saat ini telah banyak upaya yang dilakukan untuk dapat mereduksi kebisingan pada suatu ruangan yaitu dengan menggunakan bahan-bahan peredam dan penyerap suara.  Bahan tersebut dalam suatu bangunan biasanya berperan sebagai panel akustik yang dipasang pada dinding pemisah (partisi) dan plafon.  Material penyerap bunyi mempunyai peranan penting dalam akustik ruangan, perancangan studio rekaman, ruang perkantoran, sekolah dan ruang lain untuk mengurangi kebisingan yang umumnya sangat menggangu. Material ini disebut material akustik yang fungsinya adalah untuk menyerap dan meredam suara..
Bahan yang telah diketahui dan banyak digunakan sebagai penyerap dan peredam suara antara lain glasswool dan rockwool . Kebanyakan saat sekarang ini orang banyak menggunakan glasswoll atau rockwoll tersebut sebagai peredam bunyi, namun karena harganya sangat mahal maka orang berupaya mencari alternatif lain dengan membuat dari bahan yang praktis, murah didapat dan tersedia melimpah ruah di alam. Bahan tersebut adalah bahan yang mengandung segnoselulosa yang mempunyai daya serap yang baik terhadap bunyi seperti ampas tebu, sekam padi, jerami dan bahan yang mengandung segnoselulosa lainnya.
Salah satu contoh dari bahan yang mengandung  segnoselulosa adalah daun nenas. Nanas, nenas, atau ananas (Ananas comosus (L.) Merr.) adalah sejenis tumbuhan tropis yang berasal dari Brazil, Bolivia, dan Paraguay. Tumbuhan ini termasuk dalam familia nanas-nanasan (Famili Bromeliaceae). Perawakan (habitus) tumbuhannya rendah, herba (menahun) dengan 30 atau lebih daun yang panjang, berujung tajam, tersusun dalam bentuk roset mengelilingi batang yang tebal. Buahnya dalam bahasa Inggris disebut sebagai pineapple karena bentuknya yang seperti pohon pinus. Nama 'nanas' berasal dari sebutan orang Tupi untuk buah ini: anana, yang bermakna "buah yang sangat baik". Burung penghisap madu (hummingbird) merupakan penyerbuk alamiah dari buah ini, meskipun berbagai serangga juga memiliki peran yang sama.
Bagi masyarakat Indonesia,  nanas  merupakan bagian dari kehidupannya, karena semua bagian tanaman dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi. Disamping itu, arti penting bagi masyarakat juga tercermin dari luasnya areal perkebunan rakyat yang mencapai 47% dari 3,74 juta ha dan melibatkan lebih dari tiga juta rumah tangga petani. Pengusahaan  nanas  juga membuka tambahan kesempatan kerja dari kegiatan pengolahan produk turunan dan hasil samping yang sangat beragam. (Tarmansyah, 2007).
Selain buahnya, daun nanas juga mempunyai nilai ekonomis yaitu dari daun tersebut bisa dihasilkan serat. Kebanyakan selama ini serat digunakan sebagai benang untuk dibuat sebagai bahan baku kain. Namun, kebanyakan di sebagian daerah di Indonesia daun nanas ini kurang dimanfaatkan bahkan kadang cuma menjadi menjadi sampah yang dapat mencemari lingkungan. Untuk itu penulis mencoba melakukan penelitian dengan menggunakan serat nanas.
Daun Nanas merupakan suatu bahan yang mengandung segnoselulosa dan mempunyai sifat penyerapan bunyi yang baik. Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Iedo Khrisna Lucky (2011), bahan berlignoselulosa yang diketahui memiliki sifat penyerapan yang baik adalah  sekam padi, jerami, serat rami,  dan  sabut kelapa. Melihat potensi serat nanas yang begitu besar, akan menarik sekali untuk diteliti. Karena serat nanas termasuk bahan bersegnoselulosa yang mempunyai tekstur permukaan lembut dan berpori sehingga sangat baik sekali untuk dijadikan sebagai bahan peredam bunyi. Disini penulis mencoba untuk membuat papan partikel berbahan serat nanas yang nantinya akan digunakan sebagai material penyerap bunyi.
Penelitian mengenai karakteristik akustik pada suatu material telah banyak dilakukan.  Himawan (2007) melakukan penelitian karakteristik akustik sampah kota dengan variasi komposisi antara bahan dasar sampah organik dan anorganik. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa material yang memiliki kandungan organik tinggi mempunyai koefisien  absorpsi bunyi yang besar pada frekuensi tinggi, di mana semakin besar frekuensinya koefisien absorpsi nya juga semakin naik.
Penelitian Ari Mukaromah (2005) tentang “Penentuan Koefisien Penyerapan Bunyi Bahan Akustik  dari Jerami” sudah menghasilkan angka peneyerapan yang cukup bagus. Akan tetapi ada kendala yang menjadikannya harus diganti bahan lain, yaitu karena ketersediaan bahan jerami yang kurang memadai. Kebanyakan petani menggunakan  jerami sebagai pakan ternak (sapi dan kerbau), sehingga tidak banyak jerami yang kurang dimanfaatkan oleh petani. Sehingga peneliti berkeinginan untuk memilih bahan lain yang memiliki tekstur cukup bagus (padat dan berjaringan selular pori-pori yang saling berhubungan) dan juga banyak tersedia di alam yaitu serat nanas.
Dalam pemanfaatan serat nanas sebagai bahan peredam bunyi, serat nanas di sini nantinya akan diolah menjadi suatu papan partikel dimana akan diteliti nilai dari koefisien absorbsinya, sehingga dapat diketahui seberapa besar papan tersebut dapat meredam bunyi. Untuk mengolah serat nanas menjadi papan partikel, serat nanas dicampur dengan perekat dan kemudian dilakukan serangkain pengujian untuk menguji seberapa besar kemampuan serat nanas dalam meredam bunyi. Untuk itu, berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “ Pengaruh Komposisi Papan Partikel Serat Nanas terhadap Nilai Koefisien Absorbsi Bunyi”.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan yang dijabarkan dalam latar belakang, maka dapat dirumuskan suatu permasalahan yaitu pengaruh variasi ketebalan terhadap koefisien absorbsi bahan akustik dari serat nanas.

C. Batasan Masalah
Adapun batasan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.      Papan Partikel dibuat dari bahan serat nanas dengan variasi massa 700 gram, 710 gram, 720 gram, 730 gram, dan 740 gram.
2.      Perekat yang digunakan adalah tepung kanji dengan konsentrasi kepekatan 0.25 % (250 gram dalam 1000 ml air).
3.      Ketebalan sampel adalah sama pada massa yang berbeda.

D.    Pertanyaan Penelitian
Untuk menentukan arah penelitian, penulis membuat pertanyaan mengenai apa yang akan diteliti. Adapun pertanyaannya adalah:
1.      Bagaimana pengaruh variasi ketebalan bahan terhadap nilai koefisien absorbsi papan partikel serat nanas.
2.      Berapakah ketebalan dari papan partikel serat nanas yang baik dijadikan sebagai material akustik penyerap bunyi.

E.     Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.      Mengetahui pengaruh variasi massa bahan terhadap nilai koefisien absorbsi papan partikel serat nanas.
2.      Mengetahui pada massa berapakah papan partikel serat nanas baik dijadikan sebagai material penyerap bunyi.

F.     Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian ini diharapkan akan bermanfaat bagi:
1.      Peningkatan pemahaman ilmu fisika terutama tentang sifat akustik suatu material.
2.      Untuk memperkaya khasanah penelitian kemasyarakatan dan ilmu pengetahuan lainnya.
3.      Menjadi sumber informasi serta sumbangan pengetahuan terhadap ilmu fisika khususnya tentang fisika material dan biofisika.
4.      Mengoptimalkan proses daur ulang limbah dari sisa industri rumah tangga menjadi bahan yang mempunyai  nilai lebih tinggi.
5.      Menambah kajian dan literatur bagi Perguruan Tinggi khusunya Jurusan Fisika Universitas Negeri Padang.
6.      Sebagai syarat bagi penulis untuk menyelesaikan Program Sarjana Strata Satu di Jurusan Fisika Universitas Negeri Padang.

G.    Kajian pustaka
1.      Bunyi dan Gelombang Bunyi
Menurut Lesie L. Doelle (1990), disebutkan bahwa bunyi memiliki dua definisi yaitu :
a.       Secara fisis merupakan pergerakan partikel melalui medium udara disebut sebagai bunyi objektif.
b.      Secara fisiologis bunyi dianggap sebagai sensasi pendengaran yang ditimbulkan oleh kondisi fisik disebut sebagai bunyi subjektif.

 Bunyi merupakan tranmisi energi yang melewati benda padat, cair dan gas dalam suatu getaran yang diterima melalui sensasi telinga dan otak. Variasi bunyi terjadi karena tekanan udara berupa rapatan atau renggangan molekul udara oleh gangguan pada media elastis yang menyebar ke segala arah (Suptandar, 2004).
Pendapat lain dikemukakan oleh Ardini (2001), bahwa bunyi adalah suatu energi mekanis yang bergetar dan merambat melalui rangkaian padat – renggang- padat dari suatu media dilewatinya. Bunyi serupa dengan suara, namun dari sudut bhasa bunyi tidak sama dengan suara oleh karena suara dihasilkan oleh getaran (bunyi) yang keluar dari mulut atau dihasilkan oleh makhluk hidup. Tapi dari sudut fisika bunyi dan suaranya sama, oleh karena bunyi dan suara sama-sama dihasilkan dari getaran.
Bunyi memiliki beberapa sifat dan besaran fisis. Sifat-sifat bunyi antara lain : dapat dipantulkan, dapat berinterferensi dan dapat dibelokkan. Bunyi dapat menimbulkan pengaruh pada lingkungan sekitarnya seperti adanya pelayangan bunyi dan efek Doppler. Bunyi merupakan suatu jenis gelombang sehingga memiliki besaran-besaran gelombang seperti kecepatan, frekuensi, panjang gelombang dan periode. Selain itu bunyi juga memiliki besaran lain seperti tekanan bunyi, intensitas bunyi dan daya akustik.
Ketika bunyi menumbuk suatu batas dari medium yang dilewatinya, maka energi dalam gelombang bunyi dapat diteruskan, diserap atau dipantulkan oleh batas tersebut. Pada umumnya ketiganya terjadi pada derajat tingkat yang berbeda, tergantung pada jenis batas yang dilewatinya (Lord 1980  dalam Himawanto 2007). Fenomena gelombang suara  yang terjadi  berupa suara yang diserap (absorb), dipantulkan (reflected) dan diteruskan (transmitted) dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Sifat Bunyi Mengenai Suatu Bidang ( Iedo Krishna Lucki,2011)

Bunyi yang menumbuk suatu permukaan akan mengalami berbagai kondisi, yaitu :
a.  Pemantulan Bunyi (Refleksi)
Pemantulan bunyi adalah pemantulan kembali dari gelombang bunyi yang menumbuk suatu permukaan, dimana sudut datang sama dengan sudut pantul. Permukaan yang keras, tegar dan rata akan memantulkan semua energi bunyi. Bentuk pemantulan dapat dibedakan menjadi beberapa kondisi, yaitu :
1)   Permukaan rata bersifat sebagai penghasil gelombang bunyi yang merata.
2)   Permukaan cekung bersifat sebagai pengumpul gelombang bunyi.
3)   Permukaan cembung bersifat sebagai penyebar gelombang bunyi.
Suara yang disebarkan kesegala arah akan menimbulkan gelombang bunyi yang merambat ke segala arah dengan tekana bunyi yang sama dengan tekanan bunyi yang sama pada setiap ruang (Suptandar,2004).
Refleksi (pemantulan) gelombang bunyi memainkan peran  penting dalam perancangan ruang. Sifat pemantulan bunyi dapat menimbulkan masalah untuk beberapa hal tertentu.  Akan tetapi dapat pula digunakan untuk beberapa keperluan. Pemantulan bunyi pada dinding dalam ruangan dapat menyebabkan terjadinya gaung yang menyebabkan suara orang yang berbicara tidak jelas. Pada peristiwa pemantulan, tiap suku kata yang diucapkan diikuti oleh bunyi pantulan suku kata tersebut. Bunyi asli dan bunyi pantul berbaur menjadi suatu yang tidak jelas (Suptandar,2004).
b.  Penyerapan Bunyi
Penyerapan bunyi adalah peristiwa penyerapan bunyi oleh suatu lapisan tertentu memiliki koefisien yang juga tertentu. Ada beberapa jenis penyerap bunyi yaitu bahan berpori, panel-panel penyerap bunyi dan resonator berongga. Bahan lembut, berpori, dan kain serta manusia menyerap sebagian besar gelombang bunyi yang menumbuk mereka, dengan kata lain, mereka adalah penyerap bunyi.
Penyerapan bunyi adalah perubahan energi bunyi menjadi suatu bentuk lain,yaitu energi panas. Biasanya energi panas terjadi ketika bunyi melewati suatu bahan atau  menumbuk suatu permukaan. Jumlah panas yang dihasilkan pada perubahan energi ini sangat kecil, sedangkan kecepatan perambatan gelombang bunyi tidak dipengaruhi oleh penyerapan. Berikut disajikan tabel koefisien serapan beberapa material.







   Tabel 1. Angka Koefisien Serapan Beberapa Material
   Sumber : P.J Soedardjna, (1970)

c.  Tranmisi Bunyi
Bunyi yang merambat pada lapisan permukaan akan diteruskan ke semua penjuru atau ruang-ruang lain dan sifatnya bergantung pada kesesuaian tingkat kemampuan tranmisi material. Untuk menghindari kebisingan ruang yang berakustik digunakan material yang bertranmisi rendah serta perhitungan kontruksi pada pemasangan lapisan penyerap.()

d. Difraksi Bunyi
Difraksi adalah pembelokan berkas yang hingga batas tertentu selalu terjadi ketika sebagian muka gelombang dibatasi, (Tipler, 1998 : 533). Difraksi bunyi merupakan suatu gejala akustik yang menyebabkan gelombang bunyi dibelokkan atau dihamburkan sekeliling penghalang, seperti sudut, kolom, tembok dan balok. Pembelokan gelombang bunyi sampai batas  tertentu terjadi ketika sebagian muka gelombang dibatasi. Difraksi lebih nyata pada frekuensi rendah dari pada frekuensi tinggi, karena panjang gelombang bunyi yang dapat didengar terentang dari beberapa sentimeter sampai beberapa meter dan seringkali cukup besar dibandingkan dengan lubang atau perintang, maka pembelokan gelombang bunyi di sekitar suatu pojokan merupakan suatu fenomena biasa, (Leslie L. Doelle. 1985:28)



e.  Penyebaran Bunyi
 Bila tekanan bunyi disuatu auditorium sama dan gelombang bunyi dapat merambat dalam semua arah, maka medan bunyi dikatakan serba sama atau homogen, dengan perkataan lain, terjadi penyebaran bunyi dalam ruang tersebut. Penyebaran atau difusi bunyi yang cukup adalah ciri akustik yang diperlukan pada jenis-jenis ruang tertentu, karena ruang-ruang itu membutuhkan distribusi bunyi yang merata dan menghalangi terjadinya cacat akustik yang tak diinginkan.
Kondisi bunyi dalam ruang tertutup bisa dianalisa dalam beberapa sifat yaitu : bunyi langsung, bunyi pantul, bunyi yang diserap oleh lapisan permukaan, bunyi yang disebar, bunyi yang dibelokkan, bunyi yang ditranmisikan dan bunyi yang merambat (Suptandar,2004).
Gelombang bunyi merupakan gangguan yang dirambatkan pada medium elastik, yang berupa gas, cair, atau padat. Seseorang menerima bunyi berupa getaran pada gendang telinga dalam daerah frekuensi pendengaran manusia yaitu 20 Hz – 20 KHz. Getaran tersebut dihasilkan dari sejumlah variasi tekanan udara yang dihasilkan oleh sumber bunyi dan dirambatkan ke medium sekitarnya, yang dikenal sebagai medan akustik (Halliday, David dan Robert Resnick. 1996).
Gelombang bunyi merupakan gelombang mekanik longitudinal yang terjadi karena perapatan dan perenggangan dalam medium gas, cair, atau padat. Gelombang itu dihasilkan ketika sebuah benda yang digetarkan dan menyebabkan gangguan kerapatan medium. Gangguan dijalarkan di dalam medium melalui interaksi molekul-molekulnya. Arah gerakan molekul medium yang dilewati searah dengan arah  penjalaran gelombang tersebut (Tipler,1998). Berdasarkan frekuensinya gelombang bunyi dibedakan menjadi tiga kategori yaitu :
a.       Gelombang Infrasonik dengan frekuensi < 20 Hz .
b.      Gelombang Audiosonik dengan frekuensi 20 – 20.000 Hz
c.       Gelombang Ultrasonik dengan frekuensi >20.000Hz.
Perambatan gelombang bunyi yang mengenai obyek akan mengalami pemantulan, penyerapan, dan penerusan bunyi, yang karakteristiknya tergantung pada karakteristik obyek. Perambatan gelombang bunyi yang mengenai bidang batas dengan celah akan mengalami difraksi (Mediastika, 2005) misalnya yang terjadi pada ruangan yang berlubang.

2.      Sifat-Sifat Bunyi
Bunyi mempunyai beberapa sifat, seperti frekuensi bunyi, kecepatan perambatan, intensitas, panjang gelombang dan kecepatan partikel.
a.       Frekuensi Bunyi
Frekuensi adalah ukuran jumlah putaran ulang per peristiwa dalam selang waktu tertentu. Frekuensi bunyi dapat dirumuskan sebagai jumlah periode siklus kompresi dan regangan yang muncul dalam satu satuan waktu. Menurut Hersoesanto (1974), frekuensi adalah jumlah gelombang tekanan atau getaran per detik atau jumlah molekul udara dari suatu sumber suara berpindah secara maksimal dari posisi keseimbangan (equilibrium) ke sisi berlawanan dan kembali lagi ke posisi awal. Frekuensi dapat dirumuskan :
f =  ……………………………………..(1)
dimana : f = frekuensi (Hertz)
   t = waktu (sekon)
Dalam Tabel 2 berikut dapat dilihat perbedaan dari jarak frekuensi yang dapat ditransmisikan dan diterima oleh beberapa sumber dan penerima bunyi.

Tabel 2.  Jarak Frekuensi yang ditransmisikan dan diterima oleh sumber dan penerima bunyi.



b.      Kecepatan Perambatan
Bunyi bergerak pada kecepatan berbeda-beda pada tiap media yang dilaluinya. Pada media gas udara, cepat rambat bunyi tergantung pada kerapatan, suhu, dan tekanan. Hal ini dapat dirumuskan sebagai berikut : ()
c = ……………………………………...(2)
                        atau dalam bentuk lain dapat ditulis :
                        c = 20,05 …………………………………..(3)
                        dimana : c =  Cepat rambat bunyi (m/s)
                                        Ratio panas spesifik ( untuk udara 1,41)
                    Pa= Tekanan atmosfir (Pascal)
                  Kerapatan (kg/m3).
                 T = Suhu (K).
Pada media padat bergantung pada modulus elastisitas dan kerapatan, sedangkan pada media cair bergantung pada modulus Bulk dan kerapatan. Secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut :
c =  ……………………………………....(4)
dimana : E = Modulus Young.
                Kerapatan.
c.       Panjang Gelombang
Panjang suatu gelombang bunyi dapat didefinisikan sebagai jarak antara dua muka gelombang berfase sama. Hubungan antara panjang gelombang, frekuensi, dan cepat rambat bunyi dapat ditulis :
 =  ………………………………………..(5)
dimana :  = Panjang gelombang bunyi.
               c = Cepat rambat bunyi (m/s).
               f = frekuensi (Hertz).
d.      Intensitas  Bunyi
Intensitas bunyi adalah aliran energi yang dibawa gelombang udara dalam suatu daerah per satuan luas. Intesitas bunyi pada tiap titik dari sumber dinyatakan dengan :
I =  ………………………………………(6)
dimana : I = Intensitas bunyi (W/m2)
              W = Daya Akustik ( Watt)
              A = Luas Area (m2)
Ambang batas pendengaran manusia yaitu nilai minimum intensitas daya bunyi yang dapat dideteksi oleh telinga manusia, adalah 10-6W/cm2.
e.       Kecepatan Partikel
Radiasi bunyi yang dihasilkan suatu sumber bunyi akan mengelilingi udara sekitarnya. Radiasi bunyi ini akan mendorong patikel udara yang dekat dengan permukaan luar sumber bunyi. Hal ini akan menyebabkan bergeraknya partikel-partikel di sekitar radiasi bunyi yang disebut dengan kecepatan partikel.
.
3.      Sifat Akustik
Kata akustik berasal dari bahasa Yunani akoustikos, artinya segala sesuatu
yang bersangkutan dengan pendengaran pada suatu kondisi ruang yang dapat mempengaruhi mutu bunyi  dan suara  (Suptandar 2004). Sedangkan menurut Gabriel (2001:63) akustika adalah ilmu yang mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan bunyi, berkenaan dengan indera pendengaran serta keadaan ruangan yang berkaitan dengan suara dari dinding suara yang diproduksi oleh pohon dan hutan.  Karakteristik emisi akustik dari jenis bahan yang berbeda, pengaruh pertumbuhan, kelembaban, modulus elastitas, dan kandungan bahan kimia yang dapat mempengaruhi sifat akustik (Bucur 2006)
Sifat akustik  berhubungan dengan produksi  suara  yang diakibatkan oleh benturan langsung, dan bunyi yang dihasilkan oleh sumber lain yang dipancarkan melalui udara dan mempengaruhi kayu dalam bentuk gelombang suara  (Tsoumis 1991). Medium gelombang bunyi dapat berupa zat padat, cair, ataupun gas.
Sifat akustik berkenaan dengan beberapa hal berikut yaitu :
a.  Koefisien Penyerapan Bunyi
Menurut Jailani  et  al.  (2004)  penyerapan bunyi (sound absorption) merupakan perubahan energi dari energi suara menjadi energi panas  atau kalor. Efisiensi penyerapan bunyi suatu bahan pada frekuensi tertentu inyatakan oleh koefisien  absorbsi bunyi. Koefisien  absorbsi bunyi suatu permukaan  adalah bagian permukaan bunyi datang  yang diserap, atau tidak dipantulkan oleh permukaan. Koefisien ini dinyatakan dalam huruf Greek α. (Doelle, 1993). Koefisien absorpsi bunyi (α) dinyatakan dalam bilangan antara 0 dan 1. Nilai koefisien  absorpsi 0 menyatakan tidak ada energi bunyi yang diserap dan nilai koefisien serapan 1 menyatakan serapan yang sempurna(Sriwigiyatno, 2006). 
Faktor-faktor yang mempengaruhi  koefisien  absorpsi adalah kerapatan bahan,  modulus elastisitas, kadar air, temperatur, intensitas dan frekuensi dari suara, dan kondisi pada permukaan bahan. Koefisien serapan bunyi bergantung secara dinamis pada frekuensi bunyi dan sudut yang dibentuk oleh gelombang bunyi yang datang dan garis normal permukaan medium (Bell, 1994).
Pada sistem gelombang bunyi diperlukan suatu waktu  tertentu sesudah sumber bunyi mulai bekerja agar intensitasnya dalam ruang menjadi konstan, atau mencapai keadaan setimbang. Jika sumber bunyi tiba-tiba dihentikan, bunyi tidak segera lenyap, karena energi dalam ruangan itu memerlukan waktu untuk sampai pada dinding lalu diserap oleh dinding. Menetapkan adanya bunyi dalam ruangan sesudah sumbernya diputuskan disebut keredam (reveberetion). Waktu keredam sebuah  ruangan didefinisikan sebagai waktu yang diperlukan intensitas untuk turun menjadi seperjuta dari harga awalnya, atau supaya taraf intensitas berkurang sampai 60 dB. Waktu ini hampir tidak tergantung dari taraf intensitas awal dan dari kualitas bunyi (Giancoli, Douglas C. 2001).
Jika serapan bunyi besar, waktu keredam singkat. Jika demikian halnya, maka taraf intensitas bunyi dapat dibangkitkan oleh sumber dengan daya akustik tertentu, misalnya seorang pembicara dalam sebuah ruangan tidak dapat terdengar ke ruangan lain karena intensitas rendah, maka ruangan demikian disebut mematikan bunyi. Sebaliknya, jika serapan dan waktu keredam panjang, kata-kata pembicara mungkin menjadi tidak jelas, karena selagi suku kata masih tetap terdengar dengan intensitas cukup, suku kata yang berikut diucapkan. Untuk memenuhi syarat-syarat akustik yang baik, waktu keredam harus terletak antara satu dan dua detik.  ()
Gelombang bunyi yang merambat pada suatu medium akan mengalami pengurangan energi  karena energinya sebagian diserap oleh medium. Energi bunyi yang diserap akan berubah ke bentuk energi lain. Dalam banyak kasus, biasanya diubah menjadi energi panas. Proses perubahan energi ini terjadi ketika partikel-partikel medium saling bergesekan saling menghambat pada saat medium bergerak dan merubah bentuk karena pengaruh tekanan gelombang bunyi. Jumlah panas yang dihasilkan pada perubahan energi ini adalah sangat kecil (Doelle, 1993).
            Secara kuantitatif, penyerapan oleh suatu permukaan ditentukan sebagai berikut. Jika gelombang bunyi sampai pada suatu permukaan padat atau cair, maka sebagian gelombang bunyi, misalnya  α , diserap dan sisanya (I- α ) dipantulkan. Beberapa angka serapan dicantumkan dalam tabel  dibawah ini. Jika Io adalah intensitas gelombang datang (Io ini bukan taraf intensitas pembanding Io = 10 -16watt/cm 3 atau 0 dB), maka setelah intensitas tersebut dipantulkan sekali Io menjadi Io (I-α ). Setelah dua kali pantulan, Io (I-α )2, dan begitu selanjutnya. Untuk menentukan intensitasnya setelah waktu t. Ini dapat dilakukan dengan menentukan suatu jarak rata-rata antara pantulan-pantulan pada umumnya.
Nilai koefisien serapan dihitung menggunakan rumus :          ()
I = I0 exp  …………………………..(10)
Untuk menentukan  kita dapat menentukannya dengan mengalikan kedua ruas dengan logaritma asli, sehingga :
ln I = ln I0  …………………………..(11)
   =  ……………………...……(12)
dimana : I0 = Intensitas sebelum melewati medium penyerap
   I  = Intensitas setelah melewati medium penyerap
   x = ketebalan
                        = Koefisien serapan bunyi


b.      Material Akustik
     Material akustik adalah material teknik yang fungsi utamanya adalah untuk menyerap bunyi. Penyerapan bunyi adalah perubahan energi bunyi menjadi suatu bentuk lain, biasanya panas, ketika melewati suatu bahan atau ketika menumbuk suatu permukaan. Jumlah panas yang dihasilkan pada perubahan energi ini adalah sangat kecil, sedang kecepatan perambatan gelombang bunyi tidak dipengaruhi oleh penyerapan. (Doelle, 1993). Tiap-tiap material akustik memiliki nilai kemampuan penyerapan bunyi yang berbeda-beda, Material akustik dapat dibagi ke dalam tiga kategori dasar: ()
a.       Material penyerap atau absorbing material,
b.      Material penghalang atau barrier material,
c.       Material peredam atau damping material.
Material penyerap bunyi mempunyai beberapa parameter akustik yang merupakan besaran yang dapat diukur sebagai sifat dan kinerja material tersebut. Besaran tersebut yaitu impedansi normal dan koefisien serapan bunyi. Penelitian mengenai karakter akustik pada suatu material penyerap bunyi telah banyak dilakukan (Doelle,1993). Secara umum bahan penyerap suara terdiri dari beberapa jenis diantaranya : 
a.       Bahan berporous,
b.      Panel-panel penyerap bunyi,
c.       Resonator berongga.
Pada bahan berpori, energi bunyi diubah menjadi energi panas melalui gesekan dengan molekul udara. Contoh material ini adalah serat kacang (rock wall), serat kayu, dan papan serat (fiber board). Pada panel absorber, energi bunyi diubah menjadi energi getaran. Material panel  absorber ini bekerja dengan baik pada frekuensi rendah, misalnya kaca, pintu, dan panel kayu. Resonator berongga mengurangi energi bunyi melalui gesekan dan interfleksi pada lubang dalam yang bekerja pada frekuensi rendah. Contohnya antara lain sound block, resonator panel berlubang, dan resonator celah.  (Sriwigiyatno, 2006).
  Kualitas dari bahan penyerap suara ditunjukkan dengan harga α (koefisien penyerapan bahan terhadap bunyi), semakin besar α maka semakin baik digunakan sebagai peredam suara. Nilai α berkisar dari 0 sampai 1. Jika α bernilai 0, artinya tidak ada bunyi yang diserap sedangkan jika α bernilai 1, artinya 100% bunyi yang datang diserap oleh bahan (Khuriati 2006). Reaksi serap terjadi akibat turut bergetarnya material terhadap gelombang bunyi yang sampai pada permukaan material tersebut. Getaran suara yang sampai dipermukaan turut menggetarkan partikel dan pori-pori udara pada material tersebut. Sebagian dari getaran tersebut terpantul kembali ke ruangan, sebagian berubah menjadi panas dan sebagian lagi di teruskan ke bidang lain dari material tersebut. (Gunawan dalam Niken Puspita Sari,2008).
Kayu dengan kerapatan dan modulus elastisitas yang rendah, dan kadar air dan temperatur yang tinggi lebih banyak menyerap suara.


c.       Impedansi akustik
Impedansi akustik pada dasarnya adalah ukuran hambatan yang diberikan oleh suatu fluida atau medium terhadap rambatan gelombang bunyi. Secara umum impedansi akustik didefinisikan sebagai perbandingan tekanan akustik dalam suatu medium terhadap kecepatan partikel. Secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut ()
Z =  …………………………………..(13)
dimana : Z = Impedansi akustik ( kg/m2s)
               P = Tekanan akustik (Pa.s/m)
               U = Kecepatan Partikel dalam medium (m/s)
Untuk udara, impedansi akustik didefinisikan sebagai perkalian kerapatan udara  dengan kecepatan gelombang akustik, z = ρc. Pada suhu 22 0C dan tekanan 76 cmHg, besarnya impedansi akustik untuk udara adalah 40,7 rayls atau 407 mks rayls (kg/m2s). ()

d.      Tranmisi dan Refleksi Gelombang Akustik
Menurut Kinsler dkk (1982) ketika gelombang akustik merambat pada suatu medium dan  menemui bidang batas pada medium yang lain,  gelombang datang tersebut akan dipantulkan (reflectted) dan diteruskan (transmitted). Perbandingan amplitudo, intensitas dan tekanan antara gelombang yang dipantulkan dan gelombang yang diteruskan terhadap gelombang datang tergantung pada impedansi akustik, kelajuan gelombang pada medium tersebut dan bergantung pada sudut yang dibentuk oleh gelombang datang terhadap garis normal bidang batas tersebut.  Secara matematis, perbandingan tekanan gelombang transmisi terhadap gelombang datang dapat dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut()
                       
T=  …………………………………….(14)
          dimana : T = Koefisien tranmisi tekanan
                           Pt= Tekanan gelombang tranmisi
                           Pi= Tekanan gelombang datang

Gambar 2.Fenomena Refleksi Dan Transmisi
       Pada Bidang Batas Medium

Perbandingan gelombang refleksi terhadap gelombang  datang dapat dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut :
R =  ………………………………….(15)
            dimana : R = Koefisien refleksi tekanan
                           Pr = Tekanan gelombang refleksi
                           Pi =  Tekanan gelombang datang 

4)      Papan Partikel
Menurut Maloney (1993), papan partikel adalah salah satu jenis produk komposit / panel kayu yang terbuat dari partikel – partikel atau bahan-bahan berlignoselulosa lainnya, yang diikat dengan perekat atau bahan pengikat lainnya kemudian dikempa panas. Sedangkan menurut Sudi (1990), papan partikel adalah istilah umum untuk panel yang dibuat (biasanya kayu), terutama dalam bentuk potongan-potongan kecil atau partikel dicampur dengan perekat sintetis atau perekat lain yang sesuai dan direkat bersama-sama di bawah tekanan dan pres di dalam suatu alat kempa panas melalui suatu proses dimana terjadi ikatan antara partikel dan perekat yang di tambahkan.
Gambar 2. Papan Partikel dari Sekam Padi (Sartono,2005)
Papan partikel merupakan lembaran bahan yang terbuat dari serpihan kayu atau bahan-bahan yang mengandung lingoselulosa seperti keeping, serpih, untaian yang disatukan dengan bahan pengikat organik dan memberikan perlakuan panas, tekanan, kadar air, katalis dan sebagainya (FAO,1997). Menurut Walker (1993), bahan utama untuk pembuatan papan partikel adalah :
a.       Sisa industri berupa serbuk gergaji, pasahan dan pemotongan-pemotongan kayu.
b.      Sisa pengambilan kayu, penjarangan dan jenis bukan komersil.
c.       Bahan material berlignoselulosa bukan kayu seperti sekam padi, rami, ampas tebu, tandan kelapa sawit, serat nanas, eceng gondok dan lain-lain.
Adapun tipe-tipe partikel yang digunakan untuk bahan baku pembuatan papan partikel ini adalah :
a.       Pasahan (shaving), partikel kayu kecil berdimensi tidak menentuyang dihasilkan apabila mengetam lebar atau mengetam sisi ketebalan kayu.
b.      Serpih (flake), partikel kecil dengan dimensi yang telah ditentukan sebelumnya yang dihasilkan dengan perlatan yang telah dikhususkan.
c.       Biskit (wafer), serupa serpih tetepi tentunya lebh besar, biasanya lebih dari 0,025 inci tebalnya dan panjangnya lebih dari 1 inci.
d.      Tatal (chip), sekeping yang dipotong dari suatu blok dengan pisau yang besar atau pemukul.
e.       Serbuk gergaji, dihasilkan oleh pemotongan dengan gergaji.
f.       Untaian, pasahan panjang tetapi pipih dengan permukaan yang sejajar.
g.      Kerat, bentuk persegi potongan melintang dengan panjang paling sedikit 4 kali ketebalnnya.
h.      Wol kayu, keratin yang panjang, berombak dam ramping.

a.      Sifat Fisis Papan Partikel
1.      Kerapatan
Kerapatan didefinisikan sebagai massa atau berat per satuan volume ( Haygreen & Bowyer,1989). Standar JIS A5908 – 1994  mensyaratkan, kerapatan papan partikel berkisar antara 0.4 gr / cm3 – 0.9 gr/cm3 atau dikategorikan papan berkerapatan sedang (Japanese Standard Association,1994). Contoh uji berukuran 10X10 cm dalam keadaan kering udara ditimbang beratnya, lalu diukur rata-rata panjang, lebar dan tebalnya untuk menentukan volume contoh uji.  Nilai kerapatan papan partikel dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut (ISO 8335-1987) :
                             Kerapatan =  Berat (gram)   …………………………… ( 16)
                                                       Volume (cm3)

2.      Kadar Air
Kadar air merupakan sifat fisik papan partikel yang menunjukan  kandungan air papan partikel dalam keadaan kesetimbangan dengan lingkungan sekitarnya terutama kelembaban udara. JIS A 5908 – 1994 menetapkan nilai kadar air untuk papan partikel antara 5 - 13 %.  (Japanese Standard Association,1994). Contoh uji yang digunakan adalah bekas contoh uji kerapatan.  Contoh uji berukuran 10X10 cm ditimbang berat awalnya (BA), kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 103±2oC selama 24 jam sampai beratnya konstan dan ditimbang beratnya (BKO).  Nilai kadar air papan partikel dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut (ISO 8335-1987) :
                   Kadar air = BA – BKO  X 10……………………… ( 17)
                                                              BKO
Dimana : BA  = berat awal (gram) dan
                                        BKO           = berat kering oven (gram)
3.      Daya Serap Air
Daya serap air merupakan sifat fisis yang mencerminkan kemampuan papan partikel untuk menyerap air setelah direndam di dalam air selama 24 jam (Yusram, 2000). Hasil penelitian terdahulu menunjukan bahwa daya  serap air papan partikel antara 7.71 % dan 18.13 % .

4.      Pengembangan Linear
Pengembangan linear adalah besaran yang menyatakan pertambahan panjang contoh uji dalam persen terhadap dimensi awal, setelah contoh uji direndam dalam air pada suhu kamar selama 2 dan  4 jam (Sutrisno,2004). Berdasarkan standar JIS, pengembangan linear papan pada perlakuan waktu pengempaan berkisar antara 0.09 %-1.37. Contoh uji beukuran 5X5 cm dalam kondisi kering udara diukur dimensi tebal (to) pada keempat sisinya kemudian dirata-ratakan.  Disamping itu diukur pula panjang awal (lo) dari contoh uji pada bagian tengah kemudian dirata-ratakan.  Selanjutnya contoh uji direndam dalam air dingin selama 2 dan 24 jam, kemudian diukur kembali dimensi  panjang (l1)..  Nilai pengembangan tebal dan linier papan partikel dihitung dengan rumus sebagai berikut : 

            Pengembangan linier = l1 – lo X 100%  ……………….....( 18 )
        lo
Dimana :   I0    = panjang awal (cm)
                                          I1       = panjang setelah pengembangan (cm)

b.      Sifat Mekanis
1.      Modulus Patah
Modulus patah  merupakan ketahanan papan dalam menahan beban atau tingkat keteguhan papan partikel dalam menerina beban tegak lurus terhadap permukaan (Haygreen dan Bowyer 1989). Maloney (1993) menyatakan bahwa nilai MOR dipengaruhi oleh kandungan dan jenis perekat yang digunakan,  daya ikat perekat dan panjang serat. JIS A 5908 (1994) mensyaratkan modulus patah papan partikel minimum sebesar 82 kg / cm 2. Pengujian dilakukan dengan menggunakan mesin uji universal (Universal Testing Machine).
   Gambar 3. Universal Testing Machine
Contoh uji berukuran 5X520 cm pada kondisi kering udara.  Lebar bentang (jarak penyangga) 15 kali tebal nominal, tetapi tidak kurang dari 15 cm.  Nilai MOR papan partikel dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut (ISO 8335-1987) :
MOR =  3. P. L  …………………………… ( 19)
               2. b. h2            
dimana :          MOR   = modulus patah (kg/cm2)
                                     P         = beban sampai patah (kg)
                                     L         = panjang bentang (cm)
                                     b         = lebar contoh uji (cm)
             h         = tebal contoh uji (cm)
2.      Modulus Elastisitas (MOE)
MOE merupakan ukuran ketahanan papan partikel menahan beban dalam batas proporsi (sebelum patah).  Sifat ini sangat penting jika papan partikel digunakan sebagai bahan kontruksi (Yusram,2000). Rata – rata nilai keteguhan lentur keempat papan pada perlakuan waktu pengempaan berdasarkan standar JIS berkisar antara 2424.56 kg/cm2–6325.93 kg/cm2 . Pengujian modulus elastisitas papan partikel dilakukan bersama-sama dengan pengujian modulus patah, sehingga contoh ujinya sama.  Pada saat pengujian dicatat besarnya defleksi yang terjadi pada setiap selang beban tertentu.  Faktor yang diduga menyebabkan rendahnya nilai MOE tersebut adalah geometri (bentuk dan ukuran ) partikel. Kekuatan papan partikel pada dasarnya ditentukan oleh kekuatan ikatan antar partikel dan kekuatan masing-masing partikel sendiri. Pemakaian partikel halus akan meningkatkan luas areal permukaan per satuan berat yang menyebabkan penggunaan perekat menjadi kurang efisien, disamping lebih banyaknya individu serat mengalami kerusakan sehingga akan menghasilkan lembaran dengan kekuatan yang rendah serta merosotnya stabilitas dimensi (Johnson, 1956 ;Lehman,1974 didalam Djalal 1984). Nilai MOE papan partikel dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut (ISO 8335-1987) :
MOE =     DP. L3  …………………………… ( 20)
                                     4. DY. b. h3
      Dimana : MOE  = modulus elastisitas kg/cm2)
                     DP      = perubahan beban yang digunakan (kg)
                     L        = jarak penyangga (cm)
                   DY      = perubahan defleksi pada setiap perubahan beban (cm)
                   b        = lebar contoh uji (cm)
                   h        = tebal contoh uji (cm)

c.      Kegunaan Papan Partikel
Penggunaan papan partikel dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu:
1.      Structural Composite
Dipergunakan untuk dinding, atap, bagian lantai, tangga,komponen kerangka, mebel dan lain-lain.
2.      Non Structural Composite
Penggunaan ini biasa digunakan untuk bahan pengemas, bahan interior mobil dan lain-lain.

d.     Mutu Papan Partikel
Adapun faktor yang mempengaruhi mutu papan partikel menurut Sutigno (1994) adalah sebagai berikut :
1.      Berat jenis partikel, perbandingan antara kerapatan atau berap jenis papan partikel dengan berat jenis kayu harus lebih dari satu, yaitu sekitar 1,3 agar mutu papan partikelnya baik. Pada keadaan tersebut proses pengempaan bejalan optimal sehingga kontak antara partikel baik.
2.      Zat ekstraktif partikel, kayu yang bern=minyak akan menghasilkan papan partikel yang kurang baikdibandingkan dengan papan partikel dari kayu yang tak berminyak karena zat tersebut dapa menggangu proses perekatan.
3.      Jenis partikel, keragaman jenis bahan baku dapat terjadi di antara jenis dan di dalam jenis, yakni disebabkan oleh tingakt kerapatan, tingkat keasaman kayu, kadar air dan kadar zat ekstraktif.
4.      Campuran jenis partikel, keteguhan lentur papan partikel dari campura jenis partikel ada di antara keteguhan lentur papan partikel dari jenis tunggalnya, karena papan partikel structural lebih baik dibuat dari satu jenis kayu daripada dari campuran jenis kayu.
5.      Ukuran partikel, papan partikel yang dibuat dari tatal akan lebih baik daripada serbuk. Karena itu papan partikel structural dibuat dari partikel yang relative panjang dan lebar.
6.      Kulit, makin banyak kulit kayu dalam partikel kayu sifat papan partikelnya makin kurang baik karena kulit akan menggangu proses perekatan antar partikel. Banyaknya kulit kayu maksimum sekitar 10 %.
7.      Perkat, macam perekat dapat mempengaruhi sifat papan pertikel. Penambahan perekat akan berperan juga menghasilkan papan partkel dengan kerapatan tertentu sesuai dengan standar.
8.      Proses produksi papan partikel berlangsung secara otomatis. Walaupun begitu, masih mungkin terjadi penyimpangan yang dapat mengurangi mutu papan partikel. Sebagai contoh, kadar air hamparan (campuran partikel dengan perekat) yang optimum adalah 10-14%, bila terlalu tinggi keteguhan lentur dan keteguhan rekat internal papan partikel akan menurun .

Secara umum papan partikel dapat diklasifikasikan berdasarkan kerapatan dan proses pembuatannya. Kollmann et al (1975 : 551) mengemukakan bahwa papan partikel diklasifikasikan berdasarkan tipe bahan baku dan metode produksi serat, metode pembentukan kasuran, kerapatan papan serta jenis dan tempat penggunaannya, namun cara terbaik untuk mengklasifikasikan papan partikel adalah berdasarkan kerapatannya. Berdasarkan rekomendasi ASTM 1974, dalam standar designation 1554-67 mengklasifikasikan :
a.         Papan partikel  berkerapatan rendah (Low Density particleboard). Papan partikel  berkerapatan rendah yaitu papan partikel yang mempunyai kerapatan kurang dari 0.4 gram/cm3 atau berat jenis kurang dari 0,59 g/cm3 .
b.      Papan partikel  berkerapatan sedang (Medium Density particleboard). Papan partikel  berkerapatan rendah yaitu papan partikel yang mempunyai kerapatan kurang dari 0.4-0.8 gram/cm3 atau berat jenis kurang dari 0,59 – 0,80 g/cm3